Layanan internet satelit Starlink menjadi topik hangat di Indonesia, dibahas oleh akademisi hingga masyarakat umum. Salah satunya adalah Assoc. Prof. Dr. Eng. H. Khoirul Anwar, S.T., M.Eng., Direktur Center of Excellence (CoE) Advanced Intelligent Communications (AICOMS) di Telkom University (Tel-U). Ia membagikan pandangannya tentang teknologi ini, serta potensi dan tantangan yang dihadapi di Indonesia.
Menurut Dr. Khoirul Anwar, Starlink merupakan layanan internet berbasis Satelit Orbit Rendah atau Low Earth Orbit (LEO) yang melibatkan banyak satelit untuk menjaga koneksi internet tetap stabil. Meskipun konsep ini telah lama dibahas di kalangan akademisi dan forum internasional, layanan ini baru populer belakangan setelah diterapkan oleh Starlink.
“LEO hanya berada di atas rumah kita selama beberapa menit, sehingga banyak satelit dibutuhkan untuk memastikan koneksi internet tetap berkelanjutan,” jelas Dr. Khoirul.
Internet satelit saat ini bisa menggunakan satelit LEO, Medium Earth Orbit (MEO), maupun Geostasioner Earth Orbit (GEO). Starlink, yang memanfaatkan teknologi LEO, mampu mencakup wilayah yang luas dengan teknologi komunikasi antar satelit berbasis laser, memungkinkan transfer data dalam jumlah besar.
“GEO lebih stabil, tetapi karena letaknya jauh dan biaya yang tinggi, sulit menyaingi Starlink dari segi harga,” tambahnya.
Untuk ketersediaan layanan di Indonesia, Dr. Khoirul menyebutkan bahwa Starlink bukan satu-satunya pemain. “Namun, untuk layanan yang menjangkau masyarakat secara langsung, mungkin Starlink menjadi pelopor. Keunggulannya adalah biaya yang lebih rendah dibandingkan layanan internet satelit lainnya, dan mampu menjangkau hingga 40% wilayah pedesaan yang sulit dijangkau operator seluler konvensional,” jelasnya.
Namun, ada juga kekurangan dalam layanan internet satelit. Dr. Khoirul menyoroti tantangan terkait keamanan negara dan satelit. Risiko seperti kerusakan satelit akibat solar flare atau badai matahari bisa menjadi masalah, selain gangguan jika satelit keluar dari orbitnya.
Sebagai negara ekuator, Indonesia tidak terlalu terpengaruh oleh performa satelit internet, kecuali cuaca buruk dan curah hujan yang tinggi. “Gelombang elektromagnetik akan teredam lebih besar ketika melalui air, terutama pada frekuensi tinggi,” kata Dr. Khoirul.
Ia juga menyoroti peluang pengembangan keamanan internet satelit, terutama dengan teknologi seperti Quantum Communication dan Quantum Cryptography. Menurutnya, teknologi ini belum diterapkan secara luas, sehingga membuka peluang baru untuk masa depan.
Pada akhirnya, Dr. Khoirul berpendapat bahwa internet satelit seperti Starlink tidak akan menggantikan teknologi yang sudah ada, tetapi lebih sebagai pelengkap. “Proses implementasinya lebih cepat, tetapi jika dilihat dari perspektif bisnis, mungkin Starlink bisa menjadi pemain utama karena kecepatannya,” tutupnya.
Secara keseluruhan, Starlink menawarkan solusi inovatif untuk memperluas akses internet di wilayah terpencil Indonesia, meskipun ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam penerapannya.